DELIKJATIM86.Com/LAMONGAN – Salah satu desa yang menjadi pusat strategis bagi aktivitas pemerintahan, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan, menghadapi sebuah paradoks lingkungan yang serius. Meskipun telah memiliki fasilitas Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) yang berjalan produktif, praktik pembakaran sampah di pekarangan rumah oleh warga masih menjadi pemandangan umum. Fenomena ini tidak hanya menimbulkan polusi udara yang meresahkan, tetapi juga mempertanyakan efektivitas sesungguhnya dari sistem pengelolaan sampah yang ada, pada Senin (30/06/25).
Sebagai desa dengan dinamika tinggi, volume sampah yang dihasilkan oleh penduduk dan aktivitas pasar sangatlah signifikan. Kehadiran TPS3R seharusnya menjadi solusi sentral untuk mengelola limbah ini secara bertanggung jawab. Fasilitas tersebut dirancang tidak hanya sebagai tempat penampungan, tetapi juga sebagai pusat daur ulang yang dapat memberikan nilai tambah ekonomis dari sampah. Namun, potensi ini seakan terhambat oleh tembok kebiasaan.
Akar masalahnya terletak pada rendahnya kesadaran kolektif. Banyak warga masih memandang pembakaran sampah sebagai cara yang paling cepat dan praktis untuk menghilangkan tumpukan sampah di rumah. Padahal, tindakan ini melepaskan asap beracun yang mengandung senyawa berbahaya seperti dioksin dan furan, yang secara langsung mengancam kesehatan pernapasan seluruh komunitas, terutama anak-anak dan lansia. Kualitas udara di lingkungan permukiman pun menurun drastis.
Lantas, sampai kapan praktik yang merugikan kesehatan bersama ini akan terus berlanjut? Dan bagaimana seharusnya Pemerintah Desa Karanggeneng menyikapinya?
Menghadapi tantangan ini, respons pasif tidak lagi cukup. Pemerintah desa memegang peran vital untuk mengubah keadaan. Langkah pertama dan utama adalah edukasi yang masif dan berkelanjutan. Sosialisasi mengenai bahaya kesehatan akibat membakar sampah dan manfaat dari program TPS3R harus digencarkan hingga ke tingkat RT/RW. Warga perlu memahami bahwa memilah dan menyetorkan sampah ke TPS3R bukan sekadar kewajiban, melainkan investasi untuk kesehatan keluarga dan kebersihan lingkungan.
Kedua, perlu ada optimalisasi layanan dan penegakan aturan. Pemerintah desa dapat mempertimbangkan skema penjemputan sampah terpilah terjadwal dari rumah ke rumah untuk memudahkan partisipasi warga. Selain itu, diperlukan ketegasan melalui Peraturan Desa (Perdes) yang melarang pembakaran sampah, disertai sanksi yang bersifat mendidik untuk menciptakan efek jera.
(BY)