LSM GMBI Soroti Pengadaan Excavator Dinas PU SDA Jatim: Dugaan Konspirasi dan Tuntutan Transparansi

admin
Img 20250905 wa0053

DELIKJATIM86.Com/SURABAYA – Lembaga Swadaya Masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM GMBI) menyoroti proses pengadaan alat berat di Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PU SDA) Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2024. Ketua LSM GMBI Wilter Jatim, Sugeng SP, melayangkan surat klarifikasi bernomor 0188b/S.kl.pusda/DPW JATIM-LSM GMBI/VIII/2025, menyoroti tiga paket pengadaan yang diduga bermasalah.

1. Amphibi Excavator (Kode Paket ABP-P2410-10649669)

2. Excavator Type Standart (Kode Paket ABP-P2410-10806485)

3. Excavator Mini Long Arm (Kode Paket ABD-P2404-9145964)

“Sorotan tajam kami tertuju pada tiga item tersebut karena kami menduga adanya ‘permainan gelap’ atau ‘konspirasi’. Kami menuntut pihak PU SDA untuk transparan,” tegas Sugeng pada Kamis, 4 September 2025.

“Sugeng menambahkan bahwa proyek strategis yang seharusnya mendukung pengelolaan sumber daya air ini justru menimbulkan tanda tanya besar terkait proses pengadaannya,” tambahnya.

Di sisi lain, Dinas PU SDA Jatim menyatakan bahwa pengadaan telah dilaksanakan melalui metode e-purchasing melalui katalog elektronik LKPP, sesuai dengan Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Mekanisme ini dipilih karena dianggap lebih cepat, efisien, dan akuntabel. Proses pemilihan penyedia dilakukan melalui negosiasi atau mini kompetisi dalam sistem e-catalog, bukan secara manual.

“Informasi hasil pemilihan penyedia tidak diumumkan oleh perangkat daerah, tetapi secara otomatis tayang di sistem LKPP dan aplikasi AMEL (Monitoring Evaluasi Lokal). Jika belum muncul, hal tersebut merupakan masalah teknis pada sistem LKPP, bukan pada kami,” jelas pihak Dinas PU SDA.

Namun, Sugeng SP menilai bahwa alasan tersebut tidak menjawab substansi persoalan. Ia menegaskan bahwa transparansi adalah syarat mutlak dalam penggunaan uang negara.

“Setiap rupiah pengeluaran negara wajib tertib administrasi, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini diatur secara jelas dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” tegas Sugeng.

Ia menambahkan bahwa sistem e-catalog LKPP secara prinsip harus menampilkan daftar vendor resmi, harga, dan spesifikasi barang secara terbuka. Jika vendor tidak tampil di sistem publik, terbuka peluang adanya praktik pengadaan fiktif (ghost vendor) atau mark-up harga.

“Dalih bahwa vendor belum muncul di sistem tidak dapat diterima. Justru di situlah potensi permainan anggaran terjadi,” ujar Sugeng.

Sugeng mengingatkan jika benar terjadi penyimpangan, konsekuensi hukumnya tidak main-main.

1. Kontrak batal demi hukum jika tidak memenuhi syarat sah perjanjian sesuai Pasal 1320 KUH Perdata.

2. Pejabat terkait dapat dikenai sanksi disiplin berdasarkan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.

3. Ancaman pidana menanti melalui UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001). Pasal 2 dan 3 menjerat penyalahgunaan wewenang dan kerugian negara akibat pengadaan fiktif atau mark-up. Hukuman yang mungkin dijatuhkan adalah penjara 4–20 tahun atau seumur hidup dan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

4. Pasal 55 KUHP menegaskan bahwa pertanggungjawaban pidana dapat dikenakan bukan hanya pada penyedia, tetapi juga pada pejabat pengadaan.

Polemik Keterbukaan Informasi Publik ini mencerminkan lemahnya transparansi dalam pengadaan barang/jasa di tubuh Dinas PU SDA Jatim. Publik mendesak agar data vendor, nilai kontrak, harga satuan, dan spesifikasi alat ditampilkan secara terbuka di sistem LKPP tanpa ada yang ditutupi.

Tanpa keterbukaan, pengadaan yang seharusnya memperkuat layanan publik justru berpotensi menjadi lahan subur praktik korupsi, mark-up, dan permainan anggaran.

“Jika memang tidak ada yang disembunyikan, buka saja semua data. Jangan berlindung di balik alasan teknis LKPP,” pungkas Sugeng.

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *