Detoks Gadget di Kampung Inggris: Kisah Eileen dan Liburan Bermakna Generasi Alfa

admin

Interpeace 2

Pare, Kediri – Libur sekolah seringkali menjadi sinonim dengan meningkatnya waktu di depan layar gawai. Namun, sebuah tren alternatif yang lebih bermanfaat mulai menjadi pilihan utama bagi banyak orang tua. Di tengah lanskap persawahan Pare, Kediri, sebuah fenomena pendidikan bernama Kampung Inggris menawarkan jawaban: sebuah liburan yang kaya akan interaksi, pembelajaran, dan pengalaman nyata, jauh dari distraksi digital.
Kisah ini tergambar jelas pada sosok Eileen, seorang siswi kelas 4 SD Karanggeneng, Lamongan. Di usianya yang baru menginjak 9 tahun, ia menjadi salah satu peserta termuda dalam program liburan (holiday program) di Interpeace jago speaking kampung inggris. Keputusan orang tuanya untuk mengirim Eileen ke sini bukan tanpa alasan; ini adalah upaya sadar untuk memberikan pengalaman yang tidak bisa ditawarkan oleh layar gawai di rumah.
Di antara teman-teman barunya yang mayoritas adalah siswa SMP, postur Eileen yang paling kecil sama sekali tidak menyurutkan semangatnya. Justru, ia terlihat berbaur dengan lincah, melemparkan senyum dan sesekali bertanya dalam bahasa Inggris dengan aksen yang masih malu-malu. (8/7/2025)

“Di sini banyak kegiatan dan bertemu teman-teman baru dari berbagai kota sangat menyenangkan,” ungkap Eileen dengan antusias saat ditemui di sela-sela waktu istirahatnya. Kalimat sederhananya menangkap esensi dari apa yang membuat Kampung Inggris menjadi destinasi liburan yang formatif.

Interpeace 1

Ekosistem yang Mendorong Interaksi Nyata
Apa yang membuat Kampung Inggris begitu efektif sebagai sarana “detoks gadget”? Jawabannya terletak pada ekosistem imersif yang dibangun secara sistematis. Sejak pagi buta hingga larut malam, para siswa disibukkan dengan jadwal yang padat namun menyenangkan.
Hari dimulai sekitar pukul 06:00 dengan program pagi di asrama (camp), biasanya berupa penambahan kosakata atau percakapan ringan. Setelah itu, jadwal berlanjut dengan serangkaian kelas di lembaga kursus yang berfokus pada berbagai aspek bahasa, mulai dari Call out, Vocabulary, grammar, speaking & Self Confidende, Writing hingga Public speaking. Uniknya, hampir semua lembaga mewajibkan komunikasi penuh dalam bahasa Inggris, menciptakan lingkungan yang memaksa siswa untuk berinteraksi secara langsung.
Tidak ada waktu untuk sekadar menunduk menatap layar ponsel. Waktu luang di antara jam kelas diisi dengan bersepeda menuju warung makan, mengerjakan tugas kelompok di taman, atau sekadar mengobrol dengan teman sesama penghuni camp. Sepeda ontel menjadi moda transportasi utama, mendorong aktivitas fisik dan memberikan kesempatan untuk mengamati kehidupan lokal secara lebih dekat.

Membangun Keterampilan di Luar Bahasa
Manfaat yang dituai para peserta seperti Eileen jauh melampaui peningkatan kemampuan berbahasa Inggris. Program di Kampung Inggris secara tidak langsung membentuk berbagai keterampilan hidup (life skills) yang krusial.
Pertama, kemandirian. Tinggal jauh dari orang tua, terutama bagi anak seusia Eileen, mengajarkannya untuk mengelola waktu, menjaga barang-barang pribadi, dan bertanggung jawab atas jadwal belajarnya sendiri.
Kedua, keterampilan sosial. Bertemu dengan teman-teman dari latar belakang suku, kota, dan usia yang beragam memperluas wawasan dan melatih kemampuan beradaptasi. Mereka belajar untuk bekerja sama, menghargai perbedaan, dan membangun pertemanan berdasarkan interaksi tatap muka, bukan melalui status di media sosial.
Ketiga, kepercayaan diri. Keharusan untuk berbicara di depan kelas dan berpartisipasi aktif dalam program asrama secara perlahan mengikis rasa malu. Keberhasilan Eileen untuk beradaptasi dan merasa senang meski menjadi yang termuda adalah bukti nyata tumbuhnya rasa percaya diri tersebut.
Kisah Eileen menjadi representasi kuat dari sebuah pilihan liburan yang cerdas di era digital. Fenomena Kampung Inggris membuktikan bahwa pengalaman belajar yang otentik, interaksi manusia yang tulus, dan aktivitas fisik yang menyehatkan tetap menjadi formula terbaik untuk mengisi waktu liburan yang benar-benar bermanfaat. Di sini, kegembiraan tidak diukur dari level permainan di gawai, melainkan dari banyaknya teman baru yang disapa di jalan dan keberanian untuk mengucapkan, “Good morning, how are you today?” kepada dunia.

(By)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *